Beliau memiliki nama Mu’awiyah bin Abi Sufyan Shakhr bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdumanaf al-Qurasyi. Menjadi salah satu sahabat dan ipar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau juga seorang penulis wahyu dan menjadi Khalifah kaum muslimin. [Lihat Mukhtashar That-hîr al-Jinan wal-Lisân, Sulaiman al-Khirasyi, hlm 27].
Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam Lum’atul-I’tiqad menyebutkan, bahwa Mu’awiyah saudara ibunya kaum mukminin (khâl al-Mu’minin), penulis wahyu dan seorang kholifah kaum muslimin. [Lihat Lum’at al-I’tiqâd, Ta’liq Ibnu Utsaimin, hlm 107]
Mu’awiyah dilahirkan di kota Mekkah sekitar lima tahun sebelum kenabian. Beliau tumbuh dan terbina di antara kaumnya, Bani Umayyah dengan diliputi kemuliaan dan kekayaan. Keluarga besar Mu’awiyah terkenal dengan ketokohan dan sebagai panglima pada masa jahiliyah. Kakek beliau, Harb bin Umayyah adalah penglima kaum Quraisy dalam perang al-Fijâr. Bapaknya, Abu Sufyân sendiri merupakan satu diantara pembesar Quraisy yang dipercaya kaumnya pada masa jahiliyah dan masuk Islam setelah penaklukan Mekkah. Adapun ibu beliau adalah Hindun bintu ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdusy-Syams bin Abdumanaf. Dia termasuk tokoh wanita Quraisy yang terkenal dan masuk Islam bersama suaminya. Bapaknya adalah Utbah, seseorang yang termasuk tokoh terkenal di Mekkah dan mati dalam perang Badr bersama kaum kafir Quraisy lainnya.
Mu’awiyah termasuk pemuda Quraisy yang belajar membaca dan menulis. Saat itu orang yang bisa menulis sangat sedikit. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai salah satu juru tulis beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
KEISLAMAN MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN
Para ulama sejarah sepakat tentang keislaman Mu’awiyah bin Abi Sufyân. Tetapi mereka berselisih waktu keislamannya. Imam an-Nawawi[1] dan Ibnu al-Qayyim[2] menetapkan Mu’awiyah termasuk yang masuk Islam setelah penaklukan Makkah pada tahun kedepalan Hijriyah. Sedangkan Abu Nu’aim al-Ashbahani[3] dan adz-Dzahabi menjelaskan menjelang penaklukan kota Mekkah (fathu Makkah).
Perselisihan ini bersumber dari keadaan beliau yang menyembunyikan keislamannya, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Sa’ad dalam kitab Thabaqat (1/131). Adapun Imam adz-Dzahabi secara pasti menyatakan, Mu’awiyah masuk islam sebelum bapaknya dalam Umrah Qadha`. Dia merasa takut terhadap bapaknya untuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Meski demikian, perselisihan pendapat ini tidak bisa dijadikan alasan untuk mencela Mu’awiyah, dan tidak mengurangi keutamaannya sebagai sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Referensi : https://almanhaj.or.id/4253-sisi-kehidupan-muawiyah-bin-abi-sufyan-radhiyallahu-anhuma.html